Selamat Datang...

Terima Kasih sudah Mampir, Smoga Blog ini dapat Bermanfaat.

Senin, 18 Juni 2012

BUDIDAYA IKAN KERAPU


I.    PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Sumberdaya perikanan dan kelautan adalah salah satu sumberdaya alam yang merupakan  aset negara dan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kesejahteraan suatu bangsa termasuk Indonesia.  Sebagai negara maritim yang terdiri dari ribuan pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke,  Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan cukup besar dengan garis pantai yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, memiliki lebih kurang 17.508 buah pulau dan luas perairan sekitar 5,9 juta km2 serta potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,40 juta ton per tahun.  Dari potensi tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari.
Besarnya potensi sumberdaya perikanan di Indonesia ini dapat dijadikan argumen untuk dapat meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang berbasis pada perikanan dan kelautan.  Menurut Dahuri (2003), dalam Zulbainarni (2003) Pembangunan berbasis perikanan  seharusnya dapat dijadikan arus utama pembangunan nasional karena sumberdaya yang dimilikinya sangat berlimpah dan kaya, industri yang berbasis sumberdaya perikanan dan kelautan memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan industri lainnya dan sumberdaya perikanan dan kelautan senantiasa dapat diperbaharui sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Oleh karena itu sektor perikanan dan kelautan saat ini dikembangkan sebagai salah satu andalan bagi pemasukan negara dalam rangka mendukung pembangunan nasional.  Jika dibandingkan dengan negara lain, maka kontribusi sektor  perikanan Indonesia masih relatif rendah.
Memasuki pembagunan jangka panjang (PJP II) orientasi pembangunan pertanian termasuk pembangunann perikanann di dalamnya dilakukan melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia perikaan dengan strategi dasar pengembangan sistem agribisnis terpadu yang berkelanjutan dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya perikanan dalam suatu kawasan ekosistem. Dengan strategi seperti ini di harapkan akan menghasilkan produk – produk perikanan yang mempunyai daya saing tinggi baik di pasar domestic maupun pasar internasional.
Pendekatan agribisnis terpadu yang berkelanjutan ini menghendaki keterkaitan aktivitas mulai dari sub system pengadaan dan penyaluran saranan produksi. Salah satu upaya penerapan agribisnis dibidang perikanan adalah usaha budidaya laut termasuk di dalamnya adalah budidaya ikan kerapu (Epinephelus sp). Menurut Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1982 tentang pengembangan budidaya laut diperairan Indonesia menyebutkan bahwa pengembangan budidaya laut merupakan usaha untuk meningkatkan produksi serta sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dalam rangka mengembangi pemanfaatan dengan cara penangkapan.
Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi.  Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990).
Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya.
Metode pemeliharaan ikan kerapu hingga kini terus berkembang, mulai dari pemeliharaan di kolam / tambak hingga system karamba, baik karamba jarring apung (KJA) maupun karamba tancap. Untuk budidaya ikan kerapu metode karamba jaring apung merupakan pilihan utama karena dengan metode ini yang paling menguntungkan. Metode ini juga dapat di katakana metode intensif karena mempunyai kelebihan-kelebihan berupa : padat penebaran tinggi, kualitas dan kuantitas air selalu memadai, tidak perlu pengolahan tanah, pemangsa (predator) mudah di kendalikan dan proses pemanenan sangat mudah.




I.II. Aspek Sosial dan Aspek Teknis
Dilihat dari aspek ekonomi usaha budidaya ikan kerapu seharusnya menguntungkan tanpa mengesampinkan lingkungan sekitarnya (aspek sosial). Walaupun dalam usaha budidaya ikan kerapu menguntungkan namun harus menjaga agar masyarakat sekitar tidak merasa dirugikan dengan adanya kegiatan budidaya kerapu ini. Untuk itu beberapa aspek sosial ekonomi yang perlu diperhatikan adalah pemilihan lokasi dimana pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu merupakan langkah awal untuk menentukan keberhasilah budidaya. Hal yang harus dilakukan dalam pemilihan lokasi yaitu, dekat dengan sumber benih karena akan memudahkan untuk mendapatkan benih dan biaya transportasi dapat di tekan, dekat dengan daerah pemasaran yang merupakan langkah akhir dalam usaha budidaya ikan kerapu, dekat dengan daerah penangkapan ikan agar memudahkan dalam penyediaan ikan rucah untuk pakannya dan yang paling utama adalah dekat dengan perkampungan atau pemukiman karena berhubungan dengan segala sesuatu yang memudahkan dalam kegiatan budidaya.
Dilihat dari aspek teknisnya ada beberapa factor yang harus di perhatikan dari aspek teknis kelayakan dalam pemilihan lokasi budidaya ikan kerapu adalah faktor fisik, kualitas air, dan biologi. Dimana faktor fisik harus terlindung dari pengaruh dari angin dan ombak yang kuat, menyediakan lahan untuk kegiatan dan menyimpan peralatan kerja dan kedalaman juga harus di perhatikan sekitar 5 – 20 meter dari dasar perairan dan mempunyai jarak 2 meter dari dasar jala apung. Selanjutnya kualitas air harus optimal yang dapat dilihat suhu sekitar 27 - 30ÂșC, salinitas antara 24 – 34 ‰ dengan pH 6 – 8, dimana oksigen terlarutnya mencapai 4,5 – 8 ppm, kecerahan 2 meter, dimana surut terendah dan pasang tertinggi untuk budidaya ikan kerapu di usahakan lebih dari 2 meter dengan kecepatan arus lebih dari 75 cm/detik dan yang paling utama bebas limbah industry dan buangan sampah. Dan factor yang terakhir adalah factor biologi dimana tidak terdapat hewan-hewan yang menempel atau organism pengganggu, dan tidak banyak terdapat hewan-hewan predator.




II.    PEMBAHASAN
II.I. Pembuatan Karamba Jaring Apung
1.      Membuat rakit untuk karamba jaring apung
Untuk pembuatan karamba jaring apun, hal atau langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rakit terapung terlebih dahulu. Proses pembuatan rakit ini dilakukan diperairan agar memudahkan proses pembuatan dan pemindahan lokasi pembudidayaan. Dimana rakit itu sendiri dapat dibua dengan menggunakan bambu atau kayu.
2.      Pelampung
Pelampung yang biasanya dipakai dalam pembuatan rakit biasanya terbuat dari drum plastic, fiber glass, stiropoam dan bias juga menggunakan drum besi yang dicat dengan cat anti karat.
3.      Jangkar
Jangkar di pergunakan untuk mengamankan rakit dari ancaman hanyut dan sebagai penahan goncangan akibat gerakan ombak, jangkar itu sendiri terbuat dari besi atau beton yang di hubungkan dengan rakit terapung
4.      Pembuatan jaring karamba
Jaring karamba dibuat persegi empat yang dilengkapi dengan sestem tali yang terdiri dari tali penggantung dan tali utama. Tali penggantung dipasang diantara tali utama dan jari tali penggantung ini berfungsi untuk menahan tegangan pada tali utama akibat gerakan air yang mengenai jala.
Sementara bahan yang digunakan membuat jaring karamba jaring apung ada banyak jenisnya, akan tetapi jaring yang paling sering digunakan dan dianjurkan adalah polyethylene yaitu serat sintetis yang mempunyai karakteristik tahan putus, tahan terhadap gesekan dan mempunyai daya tahan yang lama. Bahan ini juga mempunyai harga yang murah dibandingkan dengan bahan sejenis dengan ketahanan yang sama.
5.      Sarana penunjang
Sarana yang diperlukan untuk menunjang operasional budidaya ikan kerapu dengan system karamba jaring apung (KJA), antara lain pembuatan rumah jaga sebagai penyimpanan alat penunjang operasional, menyimpan pakan dan sekaligus rumah jaga serta menyiapkan perahu sebagai sarana transportasi selama melakukan kegiatan budidaya karamba jaring apung.
II.II. Metode Pemeliharaan Ikan Kerapu
Metode yang digunakan dalam membudidyakan ika kerapu (Epinephelus sp) yaitu dengan menggunakan karamba jaring apun. Karamba tersebut terduat dari jaring yang berukuran 4 x 2 x 3 meter yang digabungkan satu sama lain membentuk rakit yang terapung dilaut. Sebelum melakukan pemeliharaan ikan kerapu ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :
1.      Pengadaan benih ikan kerapu dimana benih ikankerapu bisa dari pembenihan (hatchery) ikan kerapu maupun dari hasil penangkapan dari alam. Untuk mendapatkan benih ikan kerapu hidup, alat yang digunakan adalah bubu yang terbuat dari bambu, rotan, atau kawat kalpanis. Dipilihnya bubu sebagai alat yang digunakan untuk mengkap ikan karena beberapa hal antara lain :
-          Ikan yang tertangkap dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang cukup lama
-          Cara pasangnya juga sangat mudah dan dapat dipindahkan sesuai keinginan.
-          Desainnya sangat sederhana serta bahan yang mudah didaptkan sehingga nelayan dapat membuatnya sendiri.
-          Dapat dioperasikan dengan satu orang saja.
Bubu ini dipasang didasar perairan yang berkarang dan merupakan habitat ikan kerapu. Pada waktu pemasangan bubu harus ditutupi menggunakan batu-batu karang sehingga memberikan kesan alami dan ikan kerapu tertarik untuk masuk kedalam bubu melalu mulut bubu yang berbentuk corong. Biasanya ikan kerapu yang masuk kedalam bubu karena ikan tersebut berlindung atau mengejar ikan kecil yang menjadi makananya yang sudah masuk terlebih dahulu didalam bubu.
Pengambilan bubu dilakukan setelah 1 – 3 hari pemasangan, bubu diperiksa apabila terdapat ikan yang diingkinkan maka bubu diangkat naik ke kapal dan ikan ditampung dalam tempat yang khusus sebagai tempat penyimpanan ikan hidup. Apabila bubu kosong maka dibiarkan lagi dalam beberapa hari. Pengangkatan bubu harus dilakukan secara perlahan dan harus hati-hati, agar ikan dapat menysuaikan diri terhadap perubahan tekanan air dari kedalaman permukaan sampai ke permukaan perairan. Penangan ikan mulai dari bubu ke dalam tempat penampungan dikapal samapi ke karamba harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Pengangkutan benih ikan kerapu dari lokasi pembenihan (hatchery) atau dari lokasi penangkapan biasanya dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan kantong plastik yang diisi dengan oksigen atau perahu khusus yang digunakan sebagai pengangkutan ikan hidup dimana kapal tersebut dilengkapi dengan areator yang dilenkapi dengan dua kerang yang berfunsi sebagai sirkulasi air.
2.      Penebaran benih yang perlu diperhatikan adalah keseragaman ukuruan sehingga menhindari saling memangsa. Sedangkan padat penebarannya adalah tergantung dari luas karamba yang dibuat. Biasanya penebaran pada karamba jaring apung sekitar 30 – 40 ekor per meternya.
3.      Pemberian pakan pada ikan kerapu harus teratur karena ikan kerapu termasuk ikan yang bersifat kanibal, untuk menghidarinya maka makanan yang diberikan harus cukup dimana makan tersebut berupa ikan rucah yang terdiri dari ikan-ikan kecil ataupun ikan yang memiliki nilai ekonomis yang rendah. Pemberian pakan biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Makanan yang diberikan dapa dilakukan dengan cara menempatkan pada wadah yang digantung dalam kurungan atau ditebar langsung didalam karamba. Untuk menghindari makanan yang terbuang atau terbawa arus, maka makanan yang diberikan harus sedikit demi sedikit sampai ikan tidak mau makan lagi.
4.      Panen yang diharapkan adalah pencapaian hasil yang maksimal apabaila peryaratan dan faktor-faktor yang terpenuhi sperti pemilihan lokasi yang tepat, padat tebar yang optimal, mutu pakan, jumlah pemberikan pakan optimal serta pengolahan dan perawatan karamba serta dan penanggulangan penyakit dijalankan dengan benar. Sehingga pada saat panen bisa mencapai target yang diinginkan. Pada umumnya berat minimal ikan kerapu harus mencapai berat 400 gram/ekornya, akan tetapi ada juga yang memanen lebih besar lagi terutama untuk jenis ikan kerapu sunu (Plectropomus sp.) dan kerapu bebek atau sunu tikus (Chromileptisn altivelis) yang bisa mencapai 2 kg/ekor karena memiliki nilai komersial yang tinggi.
Ikan kerapu juga biasanya dipasarkan dalam keadaan hidup sehingga kesehatan ikan harus terjaga setelah panen.
II.III. Penanganan Pasca Panen
Pemanenan dilaksanankan setelah ukuran ikan yang dibudidayakan sesuai yang diharapkan. Karena ikan kerapu yang dipasarkan dalam keadaan hidup dan segar, maka perlu diperhatikan penanganan pada saat panen. Ikan kerapu yang hasil panen sebaiknya ditempatkan pada keranjang pelastik dicampur dengan es kemudian diangkut ke tempat pemasaran ikan. Sedangkan pemasaran ikan kerapu hidup, setelah panen ikan langsung ditimbang untuk selanjutnya  dipindahkan diperahu khusus pengangkutan ikan hidup dan langsung dikirim dan didistribusikan ke daerah pemasaran.
II.IV.Perawatan Karamba Jaring Apung
Perawatan karamba sebaiknya diperiksa secara berkala agar karamba selalu dalam kondisi baik. Pelampung yang terbuat dari drum besi sebaiknya dicat dengan menggunakan cat khusus (anti karat) untuk menghindarkan kerusakan pada permukaan grum terseut. Terutama pada saat pelampung beumur 3 bulan sebaiknya pelampung tersebuk dibalik, bagian atas diputar kebawah supaya kotoran-kotoran dan organisme yang menempel dapat dibersihkan dengan mudah.
Jaring yang dipergunakan harus selalu dijaga kebersihannya dari kotoran dan organisme penempel yang menyebabkan penrusakan pada pelampung. Disamping itu juga harus diperhatikan kemungkinan jaring yang robek akan menyebabkan ikan keluar dari karamba. Kerak-kerak atau organisme yang menempel pada jaring juga akan mengakibatkan terganggunya sirkulasi air, merusak jaring, bertambahnya beban jaring, dan mengakibatkan luka pada ikan karena tergesek oleh kerak yang menempel pada jaring tersebut. Untuk perawatan selanjutnya, jaring dapat diangkat dan dijemur pada panas matahari kemudian disikat sampai bersih, jaring juga dapat disemprot dengan air yang bertekanan tinggi untuk menghilangkan kerak-kerak dan organisme yang menempel pada jaring tersebut. Dan yang paling penting adalah jaring karamba harus benar-benar sersih dari kerak-kerak dan organisme yang menempel sebelum digunakan kembali.

III.    KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan untuk melakukan budidaya karamba jaring apung
1.      Langkah awal yang dilakukan adalah pemilihan lokasi yang sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kerapu. Pemilihan lokasi yang salah atau kurang tepat akan menimbulkan masalah yang dapat menghambat usaha budidaya.
2.      Sebelum membuat karamba jaring apung (KJA) sebaiknya menghitung ulang kembali anggaran yang akan digunakan untuk memastikan kegiatan budidaya KJA tidak mengalami kerugian nantinya.
3.      Pengadaan benih ikan kerapu yang akan dibudidayakan sebaiknya berasal dari hatchery atau balai pembenihan yang sudah diakui dan memastikan bibit ikan kerapu yang diinginkan dalam keadaan sehat.
4.      Untuk mendapatkan benih ikan kerapu dari alam sebaiknya bubu yang terbuat dari bambu, rotan atau kawat kalpanis. Agar benih yang tertangkap dapat bertahan hidup dalam bubu.
5.      Pengangkutan benih ikan kerapu sebaiknya menggunakan plastik yang diisi dengan oksigen apabila benih tersebut diambil dari hatchery, bisa juga menggunakan perahu khusus untuk pengangkutan benih yang diperoleh dari alam.
6.      Padat penebaran yang optimal untuk karamba jaring apung (KJA) sekitar 30 – 40 ekor/m³ dengan berat benih antara 100 – 300 gram/ekor.
7.      Pada saat panen kesehatan ikan kerapu harus terjaga dan tidak stres, serta penyediaan saranan dan alat yang digunakan untuk panen seperti serokan, bak air laut, aerasi, timabgan dan lain-lain harus tersedia.
8.      Perawatan karamba jaring apung (KJA) sebaiknya dilakukan secara berkala untuk mengurangi dan membersihkann kerak-kerak dan organisme yang menempel pada jaring.




DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R.  1996.  Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.  PT Pradnya Paramita.  Jakarta.  137

Departemen Pertanian, 1992. Budidaya Beberapa Hasil Laut

Ikhsan dan Agus Irianto, 1993. Pengaruh perbedaan Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu (Ephinephelus sp) Dalam Karamba Jaring Apung. Sub Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Tanjung Pinang. Riau

Kusumastanto, T.  2001.  Pemberdayaan Mayarakat Pesisir.  Majalah Catur Wulan Kelautan dan Perikanan.  Volume II, No. 1.

Nikijuluw, V.P.H.  2002.  Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.  Pusat Pemberdayaan dan Pembanguna Regional (P3R).  Jakarta.  42-43

Zulbainarni, N.  2003.  Kebijakan Eksploitasi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan.  www.rudyct.com.  April 2004.