I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam. Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6 % telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau dimusim penghujan. Sedangkan kadar garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal.
Kisata Artemia sp. Yang pada salinitas 15 - 35 ppt akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Larva artemia yang baru menetas di kenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masinh perubahan merupakan satu tingkatan yang di sebut instar (Pitoyo,, 2004).
Sebagai makanan hidup, Artemia tidak hanya dapat digunakan dalam bentuk nauplius, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Bahkan jika dibandingkan dengan naupliusnya, nilai nutrisi Artemia dewasa mempunyai keunggulan, yakni kandungan proteinnya meningkat dari rata-rata 47 % pada nauplius menjadi 60 % pada Artemia dewasa yang telah dikeringkan. Selain itu kualitas protein Artemia dewasa juga meningkat, karena lebih kaya akan asam-asam amino essensial. Demikian pula jika dibandingkan dengan makanan udang lainnya, keunggulan Artemia dewasa tidak hanya pada nilai nutrisinya, tetapi juga karena mempunyai kerangka luar (eksoskeleton) yang sangat tipis, sehingga dapat dicerna seluruhnya oleh hewan pemangsa. Melihat keunggulan nutrisi Artemia dewasa dibandingkan dengan naupliusnya dan juga jenis makanan lainnya, maka Artemia dewasa merupakan makanan udang yang sangat baik jika digunakan sebagai makanan hidup maupun sumber protein utama makanan buatan. Untuk itulah kultur massal Artemia memegang peranan sangat penting dan dapat dijadikan usaha industri tersendiri dalam kaitannya dengan suplai makanan hidup maupun bahan dasar utama makanan buatan. Untuk dapat diperoleh biomassa Artemia dalam jumlah cukup banyak, harus dilakukan kultur terlebih dahulu. Produksi biomassa Artemia dapat dilakukan secara ekstensif pada tambak bersalinitas cukup tinggi yang sekaligus memproduksi Cyst (kista) dan dapat dilakukan secara terkendali pada bak-bak dalam kultur massal ini. (Ir. Sri Umiyati Sumeru)
1.2. Tujuan dan Kegunaan
1.2.1. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum Budidaya Artemia, yaitu untuk mengetahui pertumbuhan Artemia mulai dari fase telur sampai fase naupli. Dengan menggunakan tiga buah wadah penetasan yang salinitasnya berbeda. kemudian dilakukan pengamatan tiap satu jam mulai dari perubahan warna air dan perubahan telur yang di amati di bawah mikroskop.
1.2.2. Kegunaan
Artemia merupakan pakan alami bagi kelompok udang-udangan, khususnya dalam pengelolaan pembenihan, yang sangat mudah di budidayakan. Sebagai makanan hidup, Artemia tidak hanya dapat di gunakan dalam bentuk nauplius, tetapi dalam bentuk dewasanya juga.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia memiliki nilai gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis larva ikan. Artemia dapat diterapkan di berbagai pembenihan ikan dan udang, baik itu air laut, payau maupun tawar.
2.1. Siklus Hidup
Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25°C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya
mereka tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli.
2.2. Klasifikasi
Menurut Bougis (1979) dalam Kurniastuty dan Isnansetyo (1995) adalah sebagai berikt :
Phylum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Familia : Artemidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina
2.3. Morfologi
Kisata Artemia sp. Yang pada salinitas 15 - 35 ppt akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Larva artemia yang baru menetas di kenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masinh perubahan merupakan satu tingkatan yang di sebut instar (Pitoyo,, 2004).
Nauplius stadia I (instar I) berukuran 400 mikrn, lebar 170 mikron dan berat 15 mikrongram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah mendaji instar II. Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernaan dan dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan kiri nauplius terbentuk sepasang mata majemuk. Bagian samping badannya mulai tumbuh tunas-tunas kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi artemia dewasa (proses instar I – XV) antara 1 – 3 minggu (Mukti, 2004)
Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalamimouling. Artemia dewasa memiliki panjang 8 – 10 mm di tandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antenna berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antena berubah menjadi alat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh. Pada jenis betina antenna mengalami penyusutan.
2.4. Ekologi
Artemia sp. Secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 – 30 °C. kista artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100°C. artemia dapat di temui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Kultur biomasa artemia yang baik pada kadar garam 30 – 50 ppt. artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt. (Kurniastuty dan Isnansetyo. 1995)
2.5. Reproduksi
Chumaidi et al., (1990), menyatakan bahwa perkembang biakan artemia ada dua cara, yakni partenhogenesis dan biseksual. Pada artemia yang termasuk jenis parthenogenesis populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telurdan embrio berkembang dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada Artemia biseksual, populasinya terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang di buahi.
2.6. Penetasan Cystae Artemia
Sutaman (1993) mengatakan bahwa penetasan Cystae Artemia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan langsung dan pentasan dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi dilakukan dengan cara menggupas bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum kultur Artemia di lakukan pada Jumat, tanggal 02 Desember 2011. Pukul 09.30 WITA. Tempat praktikum di Tahoa (rumah keluarga Ibu Sugira Pamus).
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
1. Telur Artemia
2. Air laut
3. Air tawar
4. Botol Aqua 3 buah
5. Sendok dan Pipet
3.2.2. Alat
1. Mikroskop
2. Repraktometer
3. Pisau Ketter
4. Aerator 3 buah
5. Spidol
6. Kabel Rol
Metode praktek di lakukan dengan pembagian tiga kelompok kerja yaitu kelompok 1, 2, dan 3. Masing-masing kelompok terbagi atas tiga orang, dimana kelompok 1 mengamati perubahan bentuk Artemia sp. Pada salinitas 33 ‰, dan kelompok yang lainnya juga mengamati dengan salinitas yang berbeda pula.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Table 4.1.1.
No | Hari / Tanggal | Jam | Uraian | Foto |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 | Jumat, 2 Desember 2011 SDA SDA SDA SDA SDA SDA Sabtu 3 Desember 2011 SDA | 09.30 10.30 11.30 12.30 13.30 15.30 17.00 12.30 14.00 | - Dilakukan Perendaman telur Artemia sp Selama 1 jam - Telur yang sudah di rendam tadi kemudian di aduk sampai merata (tenggelam). - Masukkan Alat aerasi - Mengamati perubahan telur Artemia sp. Di bawah Mikroskop dan belum ada perubahan yang signifikan (pengamatan 1) - Warna air sudah mulai berubah menjadi kecoklat-coklatan, - Bentuk telur masih sama pada pengamatan pertama. (pengamatan 2) - Masih sama seperti pada pengamatan ke 2 (pengamatan 3) - bentuk telur yang di amati pada pengamatan 4 hasilnya masih sama dengan pengamatan 1,2, dan 3 - warna air sudah mengalami perubahan yang signifikan dari sebelumnya dan busa pada wadah juga semakin banyak - terlihat tampak sebagian telur sudah menetas. - Busa pada wadah sudah mulai berkurang dan dibagian samping wadah terlihat sisa-sisa cangkang telur artemia yang sudah menetas. - Artemia sp. Sudah menetas sepenuhnya (semua). | |
4. 2. Pembahasan
Setelah melakukan penelitian selama ± 9 jam, kami dapat melihat bahwa perumbuhan Artemia sp. Bisa di katakana cepat dengan salinitas 33 ppt. hasil ini sesuai dengan yang di katakan oleh Pitoyo (2004). Setelah perendaman telur selama 1 jam dan di beri aerasi, perubahan telur Artemia sp. Belum mengalami perubahan yang sidnifikan selama 3 jam. Setelah pengamatan ke empat sudah mengalami perubahan dari warna air yag sudah berubah menjadi kecoklat-coklatan tetapi bentuk telur belum mengalami perubahan (masih sama seperti pada saat perendaman).
Pada pengamatan selanjutnya, wadah atau tempat penentasan telur Artemia sp. Mengalami perubahan warna dari kecoklat-coklatan menjadi coklat tua dan busa pada permukaan semakin banyak (tabel 4.1.1.).Setelah pengamatan ke tujuh, telur Artemia sp. Yang belum banyak mengalami perubahan, maka kami melakukan perendaman lanjutan dengan tetap menggunakan aerasi pada wadah tetas selama ± 12 jam (pada malam harinya).
Setelah perendaman yang dilakukan ± 12 jam, kami melakukan pengamatan lanjutan dimana Artemia muda sudah mulai menetas, sedikit demi sedikit telur Artemia sudah menetas dan busa yang terdapat pada permukaan wadah suadah mulai berkurang, terlihat juga kulit-kulit telur sudah hampir keseluruhan naik ke permukaan dan melekat di pinggiran wadah. Hal ini sesuai yang di katakan Mukti (2004). Setelah penelitian selanjutnya dapat di lihat di bawah mikroskop, sudah terlihat sepasang mata dan kaki-kaki sudah muncul sehingga dapat bergerak bebas.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah kami melakukan penelitian selama ± 9 kali pengamatan dan perendaman selama ± 12 jam. Maka, kami dapat menyimpulkan bahwa kultur Artemia dengan menggunakan salinitas 33 ppt, bisa di katakan cepat mengalami penetasan.
5.2. Saran
Di sarankan bagi rekan-rekan mahasiwa yang ingin mengkultur Artemia, selain mengamati perbandingan salinitas yang berbeda, sebaiknya rekan – rekan mahasiswa agar juga mengamati perubahan suhu. Apakah perubahan suhu dapat berpengaruh nyata terhadap kultur Artemia dengan salinitas yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Boougis, (1979)., di unggah dari http//zaldibiaksambas.file.wordpress.com/artemia-salina1.pdf__ oktober 2010.
Ir. Sri Umiyati Sumeru_di unggah_http//www.google.com./ produksi biomassa artemia. Diakses tanggal 15 November 2008
Kurniastuty dan Isnansetyo. (1995)_ dari http//zaldibiaksambas.file.wordpress.com/artemia-salina1.pdf__ oktober 2010.
Pitoyo,, 2004)_perikanan-nusantara.blogspot.com/artemia.html diakses pada Maret 2009.
Sistem reproduksi.pdf, Chumaidi et al., (1990),_ di unggah_ruly.blogdetik.com.//artemia/di akses tanggal 25 November 2008.
Penetasan cystae Artemia, oleh Sutaman (1993).pdf_files.wordpreess.com//artemia-salina 2010
ual cyst artemia merk supreme plus dari GSL USA. Tersedia dalam kemsan kaleng isi 15 oz ( 425 gram ) dan kemasan ekonomis (repacking ) botol isi 40 gram. Untuk informasi dan pemesanan silahkan hub 0812 2841 280. Yanto _ Pemalang _ Jateng. Tersedia juga produk2 lainnya yang berhubungan dengan pembenihan ikan al : Spirulina, Ovaprim, Vitamin c dan multivitamin ikan dll
BalasHapus